Sumpah Pemuda untuk Musik Indonesia? Ayo rumuskan!

Selamat hari Sumpah Pemuda, Sobat Musik Indonesia! Sebagai musisi atau pencinta musik, salah besar jika kamu tidak banyak tahu mengenai peristiwa sakral 83 tahun lampau tersebut. Pemuda-pemudi dari seluruh peloksok nusantara bersatu dalam Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, untuk bersama-sama menyatakan ikrar berikut ini:

PERTAMA: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.

KEDOEA: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.

KETIGA: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

Kamu tahu, apa yang membuat Sumpah Pemuda ini semakin sakral? Sebab dalam kongres ini pertamakalinya diperdengarkan gubahan Wage Rudolf Supratman, yakni lagu kebangsaan Indonesia Raya! Dengan demikian Sumpah Pemuda bukan semata bukti tak terbantahkan peranan besar pemuda dalam sebuah perubahan sosial, tetapi juga sebagai prasasti akan kesaktian musik sebagai pemersatu bangsa dan pembangkit rasa nasionalisme! Musik yang mempersatukan kita, Sob! Baca lebih lanjut

Rumah Dunia: Suaka Para Pemimpi

“Kalau bukan karena mimpi, orang seperti kita ini sudah mati, Kal! ~ Arai, Sang Pemimpi

Kalau kamu terlahir dari bapak seorang kuli bangunan. Ibu kuli cuci. Tumbuh besar di kawasan pinggiran kota Jakarta. Memangnya apa yang berhak kamu impikan? Seandainya sedari kecil saya tidak dianugrahi kegemaran membaca buku-buku cerita anak… Entah lah. Mungkin saya tak akan berani bermimpi yang muluk-muluk. Semisal mengangankan menjadi presiden, filsuf besar, atau CEO sebuah perusahaan kredit panci multinasional. Baca lebih lanjut

PRIIIIITTT…! Kamu Sudah Saya Mantankan Duluan!

Saya paling tak suka diberi jawaban “aku pikir-pikir dulu ya” atau “aku butuh waktu, seminggu lagi aku beri jawaban ya, ndang.” dan jawaban sejenis untuk pernyataan cinta saya. Suka kok pakai pikir-pikir… Untuk saya, mengatakan cinta atau tidak cinta itu seperti kamu dihadapkan dengan segelas jus tomat. Suka atau tidak, sekejap setelah kamu menyeruputnya. Cukup. Toh saya sudah lumayan dewasa untuk menerima dengan legowo kalau kamu tidak punya rasa dag-dig-dug-ser-syur yang sama dengan saya.

Saya tidak akan melakukan tindakan teror atau sebaliknya menyakiti diri sendiri ketika ditolak. Sedikit mengumpat di kamar mandi, ngunyah obat nyamuk sambil dengerin lagu-lagu gambang kromong, dan beberapa hari menggalau biarlah itu resiko saya. Kamu cukup membantu dengan mempermudah perkara saja: ada feeling…atau hambar-hambar saja? Gitu aja kok repot. Baca lebih lanjut

Pemburu Hujan

Bukan maksud hati mengekor syahrini.com, namun buat saya, hujan memang sesuatu… Semasa kanak-kanak, saya kemana-kemari mencari hujan… Memburunya. Tak lelah-lelah. Tak jemu-jengah. Di mana… di mana… hujan di mana? Semoga yang kutemukan bukan hujan palsu. (Baik lah, kali ini saya tak kuasa mengelak, memang agak sedikit #terayutingting ya, pemirsah! Wkwkwk.) Baca lebih lanjut

i beg you!

Hadiah, lazimnya diberikan kepada pemenang, kepada yang kita kagumi/hormati dan tentu saja kepada yang kita sayangi. Hadiah diperoleh dengan cuma-cuma, tanpa pengorbanan materi (apalagi perasaan, hehehe). Biasanya kita akan mendapat hadiah di hari ulang tahun, hari raya, dan ketika kita berprestasi. Keunikan lain dari hadiah adalah unsur kejutannya. Seseorang akan membiarkan kita menerka-nerka, apa isi dari kado yang dihias manis berlambang hati itu. *uhuk* Baca lebih lanjut

Ada Apa di Balik Jendelamu?

Selewat, keberadaan jendela itu serupa buah melinjo pada sayur asem. Kebanyakan orang tidak memakan buah-buah melinjo ini. Lalu kenapa sih masih saja ada buah melinjo dalam sayur asem? Bikin ribet doang! Di Jakarta, karena keterbatasan lahan, banyak rumah-rumah tanpa jendela. Terbukti jendela bukan bagian primer dari sebuah bangunan. Lantas kenapa ya, harus ada jendela? Baca lebih lanjut